 |
| | Cari bahasan, komentar, dan lain sebagainya. | |
|
| | | | ✿ 4.197 online | ✿ |
Kabar angin Agama Islam
| | Sejarah Pelaksanaan Sidang Isbat Sejarah tentang sidang isbat tercantum dalam tulisan berjudul Kilas Belakangan Penetapan Awal Puasa Dan Hari Raya Di Indonesia oleh Moh Iqbal Tawakal, Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG) Pelaksana Lanjutan Balai Agung Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah II Tangerang.
Sebelum Indonesia merdeka, penetapan awal bulan Qamariyah antar ormas Islam tidak diterapkan melewati sidang isbat. Masa itu, awal Ramadan sampai Idul Fitri dipilihkan oleh masing-masing ketua aturan sejak dahulu kala. Setiap ketua tidak memihak aturan masing-masing, di mana awal Ramadan dan Idul Fitri sering beda sela satu wilayah.
Pada tanggal 4 Januari 1946, Kementerian Agama dipilih untuk memilihkan Idul Fitri dan Idul Adha. Pada masa itu, ketetapan tersebut tidak mampu didampingi seluruh umat Islam sampai pemerintah membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR) pada 16 Agustus 1972.
BHR berfungsi untuk menyeragamkan pemahaman dan penentuan tanggal 1 pada bulan Hijriah. BHR juga bertugas menerapkan pengkajian, penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan hisab rukyat, serta pelaksanaan ibadah terkait arah kiblat, waktu sholat, awal bulan, waktu gerhana bulan, dan matahari.
Di bawah BHR, kriteria penentuan awal bulan Qamariyah terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Pada awal kemerdekaan, awal bulan dilandaskan oleh pedoman wujudu hilal.
Kemudian, di masa Orde Baru, penetapan 1 Syawal mengabdikan imkanur rukyat yang memiliki 3 kriteria. Kriteria tersebut yaitu terlampau tinggi hilal di atas 2 derajat, jarak hilal matahari minimal 3 derajat, dan umur bulan sejak ijtimak yaitu 8 jam.
Kriteria ini mulai diterima di tingkat regional dalam wadah Menteri-Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) pada tahun 1974. Masa masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, BHR hampir dihentikan karena diasumsikan tidak dapat memberikan pengaruh pada penyeragaman awal bulan Qamariyah dan pelaksanaan hari raya.
Lalu, di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004-2014, BHR kembali difungsikan dengan menambah anggota kepakaran dari bagian astronomi. Hal ini tidak memihak tujuan supaya keputusan yang dibuat tidak hanya diterima secara agama, tetapi juga dalam ruang lingkup ilmiah.
Sejak masa itu, sidang isbat disiarkan terus melewati televisi sehingga warga mampu mengetahui rangkaian kegiatan penetapan awal Ramadhan dan Syawal. Sampai sekarang, sidang isbat digelar setiap tahun.
| Ditulis oleh uje | | jakarta, 23 April 2023 Jam 19:05:15 |
|
|
|
|
|
KIRIM BROSUR KE SAYA ( via POS) | Atau kirimkan nama dan alamat lengkap via SMS ke HP: 0811 1990 9026
|
|
|
|