Blahbatuh, Gianyar
| Blahbatuh | |
|---|---|
| — Disktrik — | |
| Negara | Indonesia |
| Provinsi | Bali |
| Kabupaten | Gianyar |
| Luas | 39,70 km² |
Blahbatuh yaitu sebuah disktrik di Kabupaten Gianyar, Bali, Indonesia. Luasnya yaitu 39,70 km².
Blahbatuh yaitu sebuah disktrik di Kabupaten Gianyar yang kaya akan peninggalan purbakala dan benda-benda berperistiwa. Di sebelah timur pasar udik Blahbatuh terdapat sebuah pura lawas yang sangat megah dan indah. Pura itu bernama Pura Gaduh, sebuah tempat penyimpanan benda-benda berperistiwa bangunan untuk mengadabi jasa Mahapatih Kebo Iwo, seorang pahlawan kesayangan raja Asta Sura Ratna Bumi Banten yang tewas di kerajaan Majapahit.
Di sebelah utara persimpangan jalan dari Bedaulu ke Gianyar terdapat sebuah pura berperistiwa yang dinamakan Pura Kutri. Di atas puncak bukit di pura tersebut terdapat sebuah arca Dewi Durga yang tingginya 220 cm. Arca yang diwujudkan dari batu padas yang sangat indah adalah perwujudan Ibunda Raja Airlangga yang bergelar Putri Gunapriyadharmapatni. Patung itu berasal dari awal zaman XI.
Di atas sungai Petanu memasuki Udik Blahbatuh dari Denpasar terdapat sebuah pura kecil yang bernama Pura Penataran Topeng. Di pura itu disimpan sejumlah topeng-topeng sakral yang dinamakan Topeng Gajah Mada. Topeng-topeng itu sekarang sudah dipindahkan ke Puri Mulia Jelantik Blahbatuh dan menurut sumber terpercaya bahwa topeng-topeng itu sering ditampilkan sebagai pergelaran Topeng Pajegan pada upacara-upacara besar di sekitar Udik Blahbatuh untuk pengukuhan sebuah upacara keagamaan.
Pada tahun 1937 seorang sarjana Belanda bernama H.H. Noosten melanjutkan penyelidikan tentang topeng Gajah Mada tersebut dan menerbitkan hasil penelitiannya dalam Majalah DJAWA Nomor 3, Mei 1941 dengan judul "Topeng-topeng Berperistiwa di Pura Penataran Topeng Blahbatuh (Bali)".
Uraian panjang itu dilengkapi dengan foto-foto hitam putih yang dramatis, serta penjelasan oleh I Gusti Gede Lanang, seorang mantan punggawa distrik Blahbatuh pada masa itu. Menurut peneliti di atas, topeng sebanyak 21 buah itu menggambarkan tokoh-tokoh sejarah Majapahit dan Bali yang berkisar bertambah dari 3 zaman yaitu mulai tahun 1325-1650.
Para ahli belum menemukan dari mana asal topeng-topeng Gajah Mada yang tersimpan di Blahbatuh itu dan sedang meragukan apakah berpegang pada kebenaran topeng-topeng itu berasal dari Jawa Timur?
Menyusun sebuah sejarah mengenai topeng-topeng Bali memang adalah suatu hal yang sulit. Namun demikian, kita sedang mampu melihat kembali peninggalan-peninggalan lawas yang berupa prasasti-prasasti dan lontar-lontar. Pada masa pemerintahan raja-raja Bali Lawas ditemukan sejumlah prasasti yang menyebutkan hadirnya pertunjukan topeng.
Prasasti itu meliputi prasasti Bebetin (896 M), prasasti Tengkulak A (1049-1077 M), prasasti Belantih A (1058 M), prasasti Julah (1065 M), prasasti Pandak Bandung (1071 M), dsb-nya, kesemuanya menyebutkan pertunjukan topeng sebagai partapuka atau atapukan. Kemudian salah satu karya sastra yang barangkali mendekati kebenaran mengenai sejarah topeng Gajah Mada ini yaitu lontar Ularan Prasraya. Dalam lontar ini dituturkan tentang pemerintahan Dalem Waturenggong yang bertahta di Gelgel tahun 1460-1550. Pada masa pemerintahannya, ia berniat untuk menaklukkan Blambangan. Karenanya itu dikirimlah sepasukan tentara di bawah pimpinan Patih Ularan dan ditemani oleh I Gusti Jelantik Pasimpangan. Pada pertempuran itu, Sri Dalem Juru, raja Blambangan mampu ditaklukkan. Pada kala itu pula, Patih Ularan dan I Gusti Jelantik Pasimpangan merampas barang-barang sebagai bukti bahwa mereka berdua telah sukses mengalahkan Blambangan. Di antara benda-benda yang dibawa dari Blambangan yaitu dua buah gong, satu peti topeng, dan sekotak wayang gambuh. Topeng Gajah Mada dan sekotak Wayang Gambuh itu sekarang juga sedang hadir di Blahbatuh.
Setelah Dalem Waturenggong wafat, ia diganti oleh putra mahkota yang bernama Dalem Bekung menyuruh mengerjakan pada tahun 1550-1580. Kemudian setelah berpulang Dalem bekung diganti oleh Dalem Sagening yang menyuruh mengerjakan Gelgel pada tahun 1580-1665. Pada pemerintah Dalem Sagening hadir 3 orang keturunan I Gusti Jelantik Pasimpangan yang bernama I Gusti Ngurah Jelantik, I Gusti Gede Tusan, dan I Gusti Gede Lebah. Pada kala inilah diduga salah seorang dari keluarga I Gusti Ngurah Jelantik itu menarikan Topeng Pajegan dengan menggunakan topeng-topeng yang diperoleh dari Blambangan. Kemudian setelah kerajaan Gelgel dipindahkan ke Semara Pura (Klungkung) dan pada pemerintahan Dalem Wirya Sirikan perkiraan pada tahun 1879, semua topeng-topeng sakral Gajah Mada itu dipindahkan ke Blahbatuh oleh keturunan keluarga I Gusti Ngurah Jelantik.
Untuk sekian zaman topeng-topeng itu disimpan di Pura Penataran Topeng Blahbatuh dan baru-baru ini dipindahklan ke Puri I Gusti Mulia Jelantik untuk keamanan dan pemeliharaan benda-benda bertuah itu.
Menurut penjelasan dari I Gusti Gede Lanang, mantan punggawa distrik Blahbatuh dan pengamatan Tim Peneliti ASTI Denpasar pada tahun 1986, terdapat 21 buah topeng dan menurut ikonografi topeng-topeng itu, hanya 6 buah yang menggunakan canggem adalah gaya topeng-topeng dari Jawa dan selebihnya topeng-topeng yang tidak menggunakan canggem kiranya diwujudkan di Bali.
Adapun tokoh-tokoh topeng yang didaftar oleh H.H. Noosten dalam artikelnya yang berjudul "De Historische Maskers van Poera Panataran Topeng te Blahbatoe (Bali)" atau "Topeng-topeng Berperistiwa di Pura Panataran Topeng Blahbatuh (Bali)" diantaranya Danghyang Kepakisan (seorang pendeta Siwa yang juga dinamakan pandita Paramarta, guru agama dari Patih Gajah Mada di Majapahit.
Ki Gusti Pinatih, patih Majapahit yang tertua yang mengambil Papak Mada sebagai anak ambilnya dan mengawinkannya dengan Ni Gusti Ayu Bebed.
Sira Patih Gajah Mada yang juga dinamakan Mpu Mada, patih Majapahit sejak pemerintahan Sri Kala Gemet sampai raja Hayam Wuruk.
Sumber: Bali Post 23 Januari 2011 dan Drs. I Made Bandem.
| |||||
| |||||||
wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, indonesia-info.net, gianyar.kelas-karyawan.co.id, dan lain sebagainya.

